Friday, 17 July 2015

Membagi Penerangan dalam Rumah (Lighting divide in the House)

Saat melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah pemakaian daya listrik dalam sehari, saya terkendala dengan perhitungan pemakaian lampu penerangan yang terpasang di dalam rumah. Sulit untuk menentukan waktu nyala dan mati lampu-lampu tersebut, karena kebutuhan akan suasana terang pada saat melakukan satu / beberapa aktivitas yang tidak pernah pasti.
Satu malam, ketika sedang “mati lampu”, saya menyalakan senter dengan posisi berdiri sehingga sinarnya menyorot pada langit-langit (para). Saya terdiam sejenak memperhatikan sorot lampu pada langit-langit, kemudian membuka kepala senter sehingga cahaya bohlam senter yang semula fokus menjadi berpendar redup di sekelilingnya.
Disitulah ide awal pemasangan 13 unit rumah lampu downlight yang saat ini terpasang di rumah saya. Fungsi dua buah TL bundar ber daya 32 Watt yang biasa menerangi di dalam rumah setiap menjelang malam, kini digantikan dengan ke 13 lampu downlight tadi dengan lampu SL berdaya @5 Watt pada setiap rumah lampu.
Walaupun secara total daya sedikit lebih besar daripada kedua lampu TL yang telah terpasang sebelumnya, pemakaian dari ke 13 downlight dapat dibagi dan disesuaikan dengan aktivitas yang ada.
Misalnya pada saat menonton televisi, cukup hanya dengan penerangan dari tiga downlight saja. Atau ketika makan malam, pencahayaan lebih terang dapat dibatasi pada area ruang makan dan dapur saja. Banyak model pembagian cahaya untuk menerangi ruangan sesuai dengan saat dibutuhkan.
Saat ini, saya membagi ke 13 nyala lampu downlight tersebut menjadi tiga :
  1. penerangan dalam rumah bagian terluar (jendela depan dan belakang rumah) – 3 lampu
  2. penerangan dalam rumah bagian tengah (ruang makan, ruang keluarga, kamar tidur, dll) – 7 lampu.
  3. penerangan dalam rumah yang paling sering di akses (tempat menonton tv, dapur, di luar kamar mandi) – 3 lampu
Setiap bagian terhubung dengan timer yang berfungsi menyalakan-mematikan lampu secara otomatis sesuai dengan waktu yang telah di-atur pada masing-masing timer.
Misalnya,
  • penerangan dalam rumah yang paling sering di akses, 05.00 – 09.00 dan 15.00 – 03.00
  • penerangan dalam rumah bagian tengah, 06.00 – 07.00 dan 16.00 – 22.00
  • penerangan dalam rumah bagian luar, 05.30 – 06.30 dan 17.00 – 00.00
Penerangan pada bagian luar rumah, juga terhubung dengan pengatur otomatis yang berdiri sendiri.
Lama nyala lampu di semua bagian dapat diatur sesuai dengan hari yang diinginkan, misalnya untuk hari Sabtu dan Minggu saja beberapa lampu menyala lebih lama dari hari biasanya.
Metode ini, selain menjadikan perhitungan pemakaian daya listrik pada lampu menjadi lebih akurat, cukup efektif untuk menekan pemakaian daya listrik dibandingkan dengan pemakaian dari dua lampu TL yang telah terpasang sebelumnya. Walau pun tidak terlalu berarti banyak dalam nilai rupiah yang dihemat, metode ini membawa dampak menyenangkan bagi saya untuk melupakan kewajiban menyala-matikan lampu. Semua aktivitas tersebut berjalan dengan sendirinya secara otomatis 24/7 dan tidak pernah ada lagi terdengar kalimat, “Lupa mati-in lampu!!!”.
Saya tidak melucuti lampu neon TL yang telah terpasang sebelumnya. Kedua lampu tersebut masih terpasang dan dapat dinyalakan seperti sediakala. Ide pemasangan downlight adalah agar intensitas cahaya yang dihasilkan oleh lampu neon TL tersebut dapat dikurangi. Jadi, downlight yang terpasang tidak bertujuan sebagai penerangan utama. Penerangan utama tetap menggunakan lampu neon TL, downlight berfungsi untuk tetap menjaga suasana cukup terang apabila penerangan utama dipadamkan. Oleh sebab itu, kapasitas lampu yang terpasang pada downlight hanya berdaya 5 Watt per rumah lampu. Pada prakteknya, penerangan utama menggunakan kedua lampu neon TL tersebut sangat jarang (hampir tidak pernah) saya lakukan. Karena suasana terang yang dihasilkan oleh downlight, sudah cukup untuk mengakomodasi aktivitas di malam hari yang sifatnya cenderung santai.
icon.top.par
Jarak antar downlight
Saya tidak mengetahui jarak yang menjadi standar pemasangan downlight. Pemasangan yang saya kerjakan hanya berdasarkan bias cahaya yang difokuskan dari langit-langit ke lantai.
Misalnya, bias cahaya lampu di lantai berukuran diameter 3 meter, maka jarak pemasangan antar rumah lampu menjadi maksimum 3 meter juga. Jarak ini boleh kurang dari 3 meter, tapi diusahakan jangan melebihi 3 meter. Efek pemasangan rumah lampu dengan jarak seperti itu akan membuat kondisi pencahayaan dalam ruangan relatif lebih merata.
Untuk kasus ruang sempit atau lorong atau tempat perlintasan antar ruang, saya memasangkan satu rumah lampu juga. Pada kondisi ruang yang sempit, pencahayaan dengan satu unit lampu sudah cukup karena pencahayaan akan terbantu direfleksikan oleh dinding sekitarnya.
*******
Anda dapat menggunakan teknik menentukan ukuran Proporsional / Estetika untuk mendapatkan posisi letak downlight.
*******
icon.top.par
Instalasi jalur kabel
Semua downlight yang saya pasang, terlepas dari jalur utama instalasi kabel terpasang di rumah. Saya membuat group dari downlight yang ada berdasarkan tinggi rendahnya kondisi aktivitas dalam sebuah ruangan (sebagaimana yang telah dijelaskan di awal artikel). Setiap group ini, memiliki steker dan stopkontak masing-masing sebagai sumber daya mereka. Sehingga jika steker satu group diputuskan / dicabut dari stopkontaknya, tidak akan mempengaruhi group yang lainnya.
Kemudian, semua stopkontak group tersebut digabungkan dalam satu steker utama yang tersambung pada stopkontak jalur instalasi kabel terpasang. Inti dari model peng-kabel-an seperti itu adalah untuk mempermudah perawatan dan pemeliharaan unit-unit downlight. Seandainya ada yang tidak beres, dapat dengan cepat ditelusuri penyebabnya.
icon.top.par
Pengembangan selanjutnya
Tehnik instalasi downlight sebagaimana telah dibahas di atas, memang telah saya rencanakan untuk dijadikan sebagai sumber penerangan saat pasokan listrik PLN padam. Jadi, seandainya terjadi pemadaman listrik, steker utama yang memasok daya ke seluruh unit downlight dapat dicabut dan dipindahkan ke cadangan sumber daya seperti SPS (Standby Power Supply) atau UPS (Uninterupable Power Supply). Penerangan dalam rumah di malam hari adalah hal yang (bagi saya) bersifat sangat primer.
Perangkat rumah tangga lainnya yang utama dan biasa dijalankan saat menjelang malam hari, lebih banyak menggunakan gas (LPG) sebagai sumber daya, seperti kompor dan pemanas air (water heater). Kondisi listrik padam, tidak akan mempengaruhi kinerja perangkat rumah tangga seperti itu. Namun, akan mempengaruhi kinerja pemakai (dalam hal ini penghuni rumah) untuk melakukan aktivitas menggunakan perangkat tersebut. Kita tidak pernah tahu seberapa penting keadaan yang sedang / akan dialami saat sebelum listrik padam.
Penerangan merupakan satu-satunya kebutuhan utama yang umum dibutuhkan oleh setiap penghuni rumah berbagai usia dalam menjalani kesibukannya masing-masing di malam hari secara normal. Dengan adanya alternatif sumber daya untuk penerangan saat listrik padam, setidaknya, kebutuhan aktivitas penting utama penghuni rumah di malam hari dapat cukup terpenuhi dengan baik. Rencana pembuatan dan pengadaan unit SPS atau UPS ini masih belum mampu terealisasikan. Namun, saya pikir, tidak ada salahnya untuk mempersiapkan terlebih dulu hal-hal yang nantinya akan menggunakan kepentingan keberadaan salah satu dari unit-unit tersebut.
Memperbesar kapasitas cadangan sumber daya agar dapat digunakan untuk kepentingan selain penerangan bukanlah hal yang mustahil. Saya merencanakan hanya membatasi pemakaian cadangan sumber daya untuk kebutuhan penerangan saja, karena itu merupakan kebutuhan dasar bagi setiap penghuni rumah di setiap rumah tinggal pada umumnya.
icon.top.par

Semoga bermanfaat!

No comments:

Post a Comment