Friday, 17 July 2015

Grounding, Kawat Arde dan Stabilizer

Sebelum PLN memulai memberlakukan kebijakan instalasi model meteran dengan dua kawat arus listrik (hitam dan biru), kita tidak perlu mengkhawatirkan mengenai masalah arde. Keberadaan kawat arde selalu terlihat ada pada meteran model lama di setiap instalasi listrik rumah tinggal. Dengan demikian, kita tidak perlu mengkhawatirkan mengenai masalah grounding. Cukup menyambungkannya dengan kawat arde / kuning yang tersedia, maka kebutuhan akan grounding telah terpenuhi. Walau pun demikian, tidak berarti kawat arde tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kadang-kadang, permukaan perangkat listrik / elektronik seperti kulkas / lemari es atau casing CPU, masih menyengat saat kita memegangnya.

Lalu, bagaimana dengan meteran baru yang hanya memiliki dua kawat saja? Jika meteran dengan tiga kawat masih bisa menghasilkan sengatan listrik, apalagi meteran dua kawat?
Sebelum beranjak pada pembahasan lebih jauh, untuk menghindari kerancuan, mari kita samakan terlebih dulu persepsi / pengertian mengenai kata “arde” dan “grounding” pada artikel ini. Arde, ditujukan pada sebutan kawat tembaga dibalut pembungkus berwarna kuning dalam kabel. Sedangkan grounding, ditujukan untuk istilah dari tehnik dan bentuk instalasi listrik.

Pembicaraan ringan mengenai Grounding…
Pada sebuah kesempatan, saya bertemu dengan rekan-rekan lama yang bekerja dibidang konstruksi rumah tinggal. Banyak hal kami bicarakan saat itu. Salah satunya adalah fungsi kawat arde dan keberadaan grounding. Pengertian secara awam yang saya peroleh mengenai fungsi dasar kawat arde adalah sebagai media penyeimbang arus netral dan arus aktif. Jika ada kekurangan atau kelebihan dalam salah satu jenis arus listrik, kawat arde berguna untuk menambah atau menguranginya.
Hal yang menarik bagi saya adalah fungsi menambah kekurangan dari masing-masing arus. Benarkah demikian? Saya tidak tahu maupun meyakini sepenuhnya pernyataan tersebut. Karena selama ini pengetahuan saya mengenai fungsi keberadaan kawat arde adalah sebagai media untuk mengatasi “kelebihan” arus listrik dan mengalirkannya ke area grounding. Seandainya dapat menjadi berlaku sebaliknya (menambah kekurangan arus listrik), tentu akan lebih baik.
Namun, untuk saat ini, saya menjadikannya sebagai salah satu pendapat alternatif paling mungkin diterima dan dikerjakan, sebelum akhirnya saya mengetahui kebenaran sesungguhnya.
Penjelasan teknis yang dikemukakan oleh salah satu rekan mengenai fungsi grounding, tidaklah membuat saya menjadi lebih pintar dalam memahami grounding secara tehnis. Jadi, saya lebih memfokuskan pengertian bagaimana cara arus listrik dalam kawat arde dialirkan ke grounding.
Pemahaman mengenai grounding kurang-lebih adalah tempat di dalam tanah ber-air berjarak (minimal) > 5 meter dari permukaan tanah guna menampung kelebihan arus yang dialirkan / dibuang lewat kawat arde. Air dapat dengan cepat menyebarkan kelebihan arus listrik ke dalam tanah untuk dinetralisir.
Jadi, syarat utama membuat grounding adalah ujung kawat arde harus menempel / terhubung dengan tanah lembab / ber-air. Biasanya, ujung kawat arde dililitkan pada sepotong pipa besi / tembaga. Potongan pipa besi / tembaga ini berfungsi sebagai media penghantar / penghubung antara kawat arde dengan tanah.
Parameternya adalah selama fisik ujung kawat arde terhubung dengan media (pipa besi / tembaga) tertanam di dalam tanah berkondisi basah, sudah cukup dijadikan sebagai grounding. Begitulah kira-kira inti cerita mengenai hubungan kawat arde dan grounding yang bisa saya pahami pada saat itu.

Cara membuat Grounding
Pada prakteknya, cara meletakkan / memasangkan pipa besi / tembaga agar terhubung dengan tanah / bumi ini, banyak dimodifikasi penerapannya. Ada beberapa cara yang umum dikerjakan, yaitu :
1. Menancapkan paku pada tembok / dinding rumah
Teknik ini adalah cara termudah dan memiliki kecenderungan berhasil dalam memenuhi kebutuhan grounding. Menancapkan paku ke tembok dijadikan sebagai alternatif / pengganti pipa besi / tembaga yang terhubung ke tanah / bumi. Setelah paku tertancap ke tembok, dililitkan dengan salah satu ujung kawat arde dan bagian ujung lainnya dipasang pada box MCB di bagian panel arde.
Mengambil kesimpulan dari keterangan yang saya peroleh, tindakan ini dapat mengakomodasi kebutuhan grounding, tetapi terbatas hanya sebagai penyeimbang arus dalam skala kecil. Misalnya, menetralisir kelebihan arus pada permukaan perangkat elektronik / listrik tertentu di rumah agar tidak menyengat saat kita memegangnya.
Keberhasilan membuat grounding dengan cara menempelkan kawat arde pada dinding sangat ditentukan oleh tingkat kelembaban dinding tempat dijadikan area grounding. Tingginya tingkat kelembaban di dinding, cenderung menjadikan teknik ini berfungsi dengan baik. Dalam kondisi iklim tropis seperti di Indonesia, bukan tidak mungkin setiap tembok / dinding rumah memiliki tingkat kelembaban cukup tinggi. Oleh sebab itu, tehnik ini sangat mungkin berhasil untuk diterapkan.
Namun, teknik ini hanya merupakan jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan grounding jangka pendek dan sangat tidak disarankan digunakan dalam jangka panjang. Tehnik meng-grounding-kan listrik seperti ini memiliki resiko tinggi untuk diterapkan pada rumah tinggal yang memiliki penghuni anak-anak. Jadi, pertimbangkan matang-matang seandainya anda berniat menerapkan teknik ini di rumah.
2. Menggunakan pipa ledeng / PAM
Kawat arde dililitkan pada pipa ledeng / PAM. Konsepnya sama dengan melilitkan kawat arde pada pipa besi untuk pompa sumur. Sama dengan no. 1, penerapan teknik ini juga cukup beresiko dan berbahaya.
3. Memasukkan ke dalam sumur yang tidak terpakai.
Setelah potongan pipa besi / tembaga dililit dengan kawat arde, di-ulur masuk ke dalam sumur tidak terpakai, namun masih memiliki air. Kawat arde di ulurkan ke dalam sumur hingga potongan pipa besi / tembaga tenggelam masuk ke air. Cara ini agak mahal pengerjaannya karena membutuhkan pengaturan jalur kawat arde dari box MCB sampai masuk ke dalam sumur. Tetapi, jauh lebih terjamin dan aman digunakan daripada cara menempelkan kawat arde pada dinding. Kemampuan menyerap jumlah kelebihan daya pada kawat arde-pun jauh lebih besar dan lebih cepat.
4. Membuat lubang (sumur bor) sebagai tempat grounding.
Prinsipnya sama dengan cara nomor 3, namun tindakan ini memerlukan biaya lebih mahal. Lubang dibuat hingga ditemukan air, kemudian dimasukkan pipa besi kedalamnya hingga menyentuh air. Pipa dililit dengan kawat arde keluar dari permukaan tanah, lalu lubang ditutup semen / beton. Biasanya, cara ini digunakan untuk membuat grounding skala penangkal petir. Jika anda memang berniat mengerjakan teknik ini, lebih baik menggunakan jasa seorang ahli yang memang mengerti membuat grounding dengan benar.
Di samping keempat cara tersebut di atas, banyak teknik lainnya untuk membuat grounding yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan di sebuah rumah. Guna  mengetahui berfungsi-tidaknya instalasi grounding yang telah dikerjakan, anda dapat menggunakan tespen dengan menempelkan ujungnya pada permukaan perangkat elektronik. Jika menyala, berarti grounding tidak berfungsi dengan benar.

Manakah teknik grounding yang terbaik?
Jika pada akhirnya harus menggunakan jasa seorang ahli dalam membuat grounding yang benar dan sempurna, apa gunanya saya mendeskripsikan teknik membuat grounding di atas? Keempat teknik tersebut di atas adalah jalan pintas (shortcuts) untuk membuat grounding tanpa perlu pengetahuan tehnik tentang listrik / fisika. Dapat dikatakan sebagai cara mengatasi masalah ala MacGyver. Hanya bersifat sementara saja, pedomannya “… yang penting nggak ke-setrum…!”.
Berbicara mengenai fakta dan pilihan, dengan kondisi tanpa kawat arde pada meteran PLN, saya pribadi cenderung menggunakan teknik menancapkan paku ke tembok guna memenuhi kebutuhan grounding. Walau pun cukup beresiko dan berbahaya, serta hanya dapat mengakomodasi kebutuhan grounding seadanya, cara ini sangat efektif, murah dan mudah untuk diterapkan, namun rentan / rapuh terhadap pengaruh petir.
Asumsi saya adalah tidak ada satu orang pun mengharapkan petir akan menyambar tepat di atas rumah mereka. Kita tidak dapat mengatur seberapa besar seharusnya kandungan listrik pada petir saat hendak menyambar di sekitar atau tepat di atas rumah kita. Petir merupakan salah satu dari bentuk ketidakberaturan dari perilaku alam. Manusia / kita merupakan bagian dari alam yang hanya bisa beradaptasi dengan keberadaannya (bukan mengatur keberadaannya).
Saya cenderung menganggap peristiwa tersambar petir merupakan suatu kecelakaan murni. Tidak ada yang pernah menyangka atau pun mengerti bagaimana petir memilih sesuatu / seseorang untuk menjadi korbannya. Jika (suatu saat setelah grounding terpasang) perangkat listrik / elektronik di rumah di-porakporanda kan petir karena grounding yang dibuat tidak mampu meredamnya, bagi saya adalah hal wajar. Karena, tujuan teknik membuat grounding di atas memang bukan dibuat khusus untuk petir.
Pernah saya mendapatkan seorang teman terkena dampak sambaran petir yang berjarak kira-kira 1 km dan langsung merusak televisi di rumahnya. Walau pun kondisi saat itu kawat arde terhubung sempurna dengan meteran PLN ditambah dukungan stabilizer pada telelvisi, tetap saja sulit memprediksi dampak yang ditimbulkan oleh petir.
Dalam hal ini, saya tidak bermaksud memberikan pandangan kecenderungan menggunakan teknik menancapkan paku sebagai pilihan utama membuat grounding kepada anda. Seandainya kita memang mampu untuk menyediakan sarana grounding yang sempurna, adalah salah untuk tidak mempedulikannya. Bertindak dan berpikir realistis sesuai dengan keadaan yang kita miliki saat ini merupakan alasan paling tepat untuk menentukan tehnik terbaik membuat grounding di rumah.

Arde pada Stabilizer
Walau pun tidak sempurna, beberapa teknik membuat grounding di atas, dapat memenuhi kebutuhan grounding dengan cepat dan mudah menggunakan peralatan seadanya. Jika anda memiliki perangkat elektronik bermutu tinggi dan mahal, lebih baik membuat grounding dengan bantuan pihak yang menjadi ahlinya. Perangkat-perangkat seperti itu, walau pun secara fisik memiliki daya tahan tinggi, kualitas hasil dari kinerja perangkat sangat bergantung pada kualitas asupan listrik-nya. Seperti misalnya, perangkat home cinema atau computer graphic studio.
Tidak hanya berlaku pada perangkat elektronik berkualitas dan bermutu tinggi saja, perangkat elektronik murah / biasa –  pun perlu mendapat asupan listrik kualitas layak pakai agar kualitas hasil kinerjanya memuaskan. Hanya saja, seandainya terjadi kerusakan, lebih mudah dan murah harga me-reparasinya dibanding perangkat elektronik mahal.
Jika ternyata telah ada dukungan stabilizer untuk perangkat-perangkat tersebut, tetap lebih baik seandainya dibuat instalasi grounding yang sempurna. Karena stabilizer hanya memperbaiki kualitas listrik dari jaringan kabel yang sudah ada saja. Sedangkan dasar kualitas listrik yang seharusnya adalah berasal dari kebenaran instalasi listrik terpasang (sebelum masuk ke stabilizer).
Pada hampir setiap unit stabilizer yang saya temukan, terlihat selalu dilengkapi panel arde di bagian “body casing”-nya. Biasanya ada di bagian belakang stabilizer di bagian sudut bawah. Panel ini sama seperti panel arde yang terdapat di setiap unit terminal stopkontak, berfungsi menyalurkan kelebihan arus listrik. Penerapan grounding pun sama seperti umumnya, yaitu kawat arde yang terpasang harus dihubungkan pada potongan pipa besi.
Keberadaan panel arde pada casing stabilizer ini berfungsi untuk meredam kelebihan arus listrik yang terjadi. Apa pun penyebab kelebihan arus listrik tersebut. Baik korsleting internal perangkat stabilizer itu sendiri maupun akibat lonjakan voltase dari PLN. Menyematkan kawat tembaga yang difungsikan sebagai kawat arde pada panel arde stabilizer, akan mengkondisikan kelebihan arus listrik teraliri melalui kawat tersebut menuju instalasi grounding.
Saat ini, kawat arde dari stabilizer di rumah saya, terhubung menuju paku yang menancap di dinding. Paku ini hanya mengakomodasi kebutuhan grounding untuk stabilizer saja. Sedangkan grounding untuk jaringan kabel dalam rumah telah terhubung dengan meteran PLN. Saya belum pernah mencoba kawat arde stabilizer disatukan dengan kawat arde meteran PLN atau terminal arde pada box MCB.
Mungkin, cara itu sama saja dan bisa dilakukan sebagai sarana grounding dari kawat arde casing stabilizer. Dengan kata lain, tidak perlu menancapkan paku baru sebagai sarana instalasi grounding kawat arde stabilizer. Namun, hingga saat ini, saya tetap memilih menggunakan cara menancapkan paku ditembok sebagai sarana instalasi grounding casing-stabilizer. Alasan terbaik yang saya miliki untuk membuat grounding seperti itu dan tetap membiarkannya hingga sekarang adalah belum pernah terjadi masalah korsleting pada stabilizer tersebut.
Sekali lagi saya nyatakan, bertindak dan berpikir realistis sesuai dengan keadaan yang kita miliki saat ini adalah alasan paling tepat untuk menentukan teknik terbaik membuat grounding di rumah. Cara / teknik apa pun yang anda pilih membuat grounding ada sepenuhnya ditangan anda. Beberapa contoh teknik membuat grounding di atas hanyalah shortcuts / jalan pintas, bukan solusi seutuhnya untuk memenuhi kebutuhan grounding.
Semoga bermanfaat…!

No comments:

Post a Comment