Sunday, 3 January 2016

Mobil Listrik dan Energi Terbarukan

Mobil Listrik dan Energi Terbarukan
Protokol Kyoto tahun 1997 tentang emisi CO2 menghasilkan tindakan nyata mulai gencarnya wacana untuk memanfaatkan energi terbarukan, pertemuan Copenhagen yang sekarang ini sedang berlangsung diharapkan juga akan menghasilkan kontribusi nyata seperti halnya Protokol Kyoto 12 tahun lalu. Komitmen negara-negara maju terhadap Protokol Kyoto salah satunya adalah komitmen pemakaian sumber-sumber energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik. Uni Eropa menargetkan 20% energi terbarukan pada tahun 2020, Denmark sekarang menggunakan 21% energi terbarukan dan menargetkan 30% pada 2020. Portugal dan Jerman masing-masing 12% dan 6% porsi energi terbarukannya sekarang ini. Negara-negara lain tentu juga punya rencana semacam ini.
Masalah yang dihadapi
Hal yang sangat krusial pada pemanfaatan energi terbarukan adalah sifatnya yang “kadang-kadang” (intermitten). Hal ini memang dapat diatasi dengan pemakaian penyimpan energi yang cukup untuk menutup kekurangan daya ketika suplai dari sumber terbarukan menurun. Pada tingkat teknologi penyimpan energi sekarang ini, harga yang ditawarkan memang masih cukup mahal menurut saya. Hal ini yang saya rasa cukup menghambat aplikasi energi terbarukan, terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Tabel berikut menunjukkan estimasi harga penyimpan energi per satuan energi untuk tahun 2009 ini, saya ambil dari EPRI (klik untuk lebih jelas).
Mobil listrik untuk penyimpan energi
Salah satu pilihan untuk menyiasati harga penyimpan energi untuk energi terbarukan yang cukup mahal adalah memanfaatkan mobil listrik sebagai salah satu penyimpan energi yang harus diperhitungkan. Terlepas dari masalah harga dan pangsa pasar yang masih sangat kecil (sekitar 2-3% dari total pangsa pasar mobil baru), mobil listrik menawarkan keunggulan berupa ramah lingkungan dan juga efisiensi pemanfaatan energi yang lebih unggul daripada mobil konvensional (dari sumber pembangkit listrik hingga roda, efisiensi total sekitar 69%). Mobil listrik yang sekarang ini sudah sampai taraf produksi adalah tipe Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), jenis ini bisa dikatakan sebagai tipe pertengahan dari Hybrid Electric Vehicle (HEV) dan Battery Electric Vehicle(BEV). PHEV merupakan mobil listrik yang menggunakan konsep hibrida, artinya masih ada mesin bakar konvensional (misal untuk keperluan jarak jauh, atau tidak tersedia energi listrik) disamping mesin listrik (untuk pemakaian sehari-hari dalam kota) dan juga memiliki baterai sebagai cadangan energi untuk mesin listriknya. Baterai inilah yang bisa  dieksploitasi pemanfaatannya untuk mendukung sistem energi terbarukan.
Hal yang mendukung bisa terwujudnya ide ini adalah pola kehidupan, terutama di perkotaan, yang cenderung memanfaatkan mobil untuk sarana berangkat/pulang dari pekerjaan. Dengan kata lain masih banyak waktu stand-by daripada waktu aktif dari mobil listrik PHEV. Pada kondisi stand-by dan tersambung ke jaringan inilah pengatur jaringan bisa memanfaatkan baterai yang ada pada PHEV baik untuk menyimpan ketika energi berlebih atau mengambil energi ketika kekurangan. Tentu saja regulasi baru harus diterapkan karena ini menyangkut aspek bisnis jual-beli antara konsumen dengan produsen (tentu saja sebaliknya juga). Disamping itu, faktor lain yang harus dicermati adalah pola pemakaian dari si pemilik kendaraan listrik. Sangat tidak nyaman apabila kita bisa mendapatkan keuntungan dari bisnis energi yang tersimpan pada mobil elektrik kita namun ternyata tepat ketika kita akan menggunakan mobil untuk pulang ternyata baterai dalam kondisi kosong. Disini diperlukan suatu sistem pengatur cerdas di dalam mobil untuk mengatur dan mengambil keputusan tentang energi yang dia miliki.
Kita lihat 2 mobil PHEV yang sudah paling dekat dengan kita, Toyota PRIUS (sudah rilis sejak 2001 dan 2010 ini sudah PRIUS V) dan Chevrolet VOLT (generasi pertama diharapkan rilis November 2010). Prius menggunakan baterai Ni-MH dengan daya rata-rata 27 kW, sedangkan Volt menggunakan baterai Li-Ion dengan daya rata-ratanya 45 kW. Potensi energi yang cukup besar menurut saya. Sekedar informasi, Portugal sudah memasukkan ini sebagai salah satu upaya untuk mencapai komitmen 2020 mereka, ditargetkan pada tahun 2017 populasi mobil listrik di Portugal dapat mencapai 1 juta unit, bisa dibayangkan berapa besar kapasitas penyimpan energi yang tersedia dari 1 juta baterai Prius (atau Volt, atau mungkin Portugal punya program mobnas sendiri). Peran regulator kebijakan disini akan menentukan apakah ada upaya sehingga pemakaian mobil listrik dapat meningkat sehingga mendukung pemakaian energi terbarukan, mengingat harga mobil elektrik sekarang ini masih sekelas dengan mobil-mobil mewah. Mungkin akan lain kondisinya apabila ada Avanza/Xenia tipe PHEV, saya akan sangat berminat sekali….
referensi.
  1. Stephen Eaves, A cost comparison of fuel-cell and battery electric vehicle.
  2. Dan Rastler, Overview of electric energy storage options for the electric enterprise, EPRI.
  3. Shengnan Shao, Manisa Pipattanasomporn, Saiful Rahman, Challenges to PHEV penetration to the residential distribution network, Advanced Research Institute Virginia Tech.
  4. -, Hybrid and electric vehicle: implementing agreement, International Energy Agency.
  5. -, Spesifikasi teknis, Chevrolet Volt & Toyota Prius

No comments:

Post a Comment