Sunday, 3 January 2016

Kapasitor: Bermanfaat sekaligus berbahaya

Kapasitor: Bermanfaat sekaligus berbahaya
Dalam sistem tenaga listrik dikenal daya aktif dan daya reaktif. Daya aktif adalah daya yang harus dibangkitkan di sisi pembangkit dan disalurkan melalui saluran transmisi dan distribusi menuju konsumen, dan akhirnya dipakai untuk menjalankan peralatan industri dan komputer di banyak bangunan modern. Satuan dari daya aktif biasanya adalah watt (W), kilowatt (kW), atau tenaga kuda (HP). Sedangkan daya reaktif adalah suatu besaran yang menunjukkan adanya fluktuasi daya di saluran transmisi dan distribusi akibat digunakannya peralatan listrik yang bersifat induktif (misal : motor listrik, trafo, dan las listrik). Walaupun namanya adalah daya, daya reaktif ini tidak nyata dan tidak bisa dimanfaatkan. Akan tetapi adanya daya reaktif menyebabkan aliran daya aktif tidak bisa dilakukan secara efisien dan memerlukan peralatan listrik yang kapasitasnya lebih besar dari daya aktif yang diperlukan. Satuan dari daya reaktif adalah VAR (volt-ampere-reaktif). Untuk menunjukkan seberapa efisien daya aktif disalurkan, dalam teknik tenaga listrik dikenal suatu besaran yang disebut faktor-daya. Nilai maksimum faktor-daya adalah satu dan nilai minimumnya adalah nol. Semakin tinggi faktor-daya maka semakin efisien penyaluran dayanya. Artinya juga, semakin kecil faktor-daya maka semakin besar daya reaktifnya.
Bagi konsumen kecil atau rumah tangga, keberadaan daya reaktif tidak terlalu menjadi masalah karena PT. PLN tidak memperhitungkannya dalam penentuan tagihan listrik. Akan tetapi bagi konsumen besar, pabrik atau bangunan modern, PT. PLN mensyaratkan faktor-daya harus lebih dari 0,85. Jika nilai faktor-daya kurang dari nilai itu maka daya reaktif akan diukur dan diperhitungkan dalam penentuan besarnya tagihan. PT. PLN melakukan ini karena aliran daya reaktif yang besar menyebabkan peralatan milik PT. PLN tidak bisa bekerja secara efisien dan tidak bisa digunakan secara maksimum.
Untuk mengatasi masalah rendahnya faktor-daya atau tingginya daya reaktif, banyak industri atau bangunan modern memasang kapasitor. Kapasitor adalah peralatan listrik yang bisa menghasilkan daya reaktif yang diperlukan oleh konsumen sehingga aliran daya reaktif di saluran bisa berkurang. Dengan kata lain, kapasitor bermanfaat untuk menaikkan faktor-daya. Dengan memasang kapasitor, konsumen besar bisa terhindar dari tambahan tagihan listrik karena daya reaktif yang berlebih. Semakin mahalnya tarif listrik dan semakin tingginya keinginan untuk mengoperasikan peralatan secara efisien, menyebabkan penggunaan kapasitor semakin banyak dan meluas. Idealnya, kapasitor dipasang di dekat peralatan yang memerlukan daya reaktif sehingga tidak perlu terjadi adanya aliran daya reaktif melalui kabel, trafo, atau peralatan lainnya.
Sayangnya, semua teori tersebut hanya berjalan dengan baik jika gelombang tegangan dan arus listriknya mempunyai bentuk sinusoidal. Dengan semakin banyaknya banyaknya penggunaan inverter untuk menaikkan efisiensi peralatan industri, penggunaan ballast elektronik untuk meningkatkan efisiensi lampu, dan penggunaan penyearah untuk memasok komputer, data center, dan bermacam peralatan IT maka bentuk gelombang tegangan dan arus berubah menjadi nonsinusoidal. Seberapa jauh suatu gelombang menyimpang dari bentuk sinusoidal dinyatakan dengan besarnya kandungan harmonisa. Arus harmonisa adalah arus listrik yang frekuensinya kelipatan bulat dari frekuensi dasarnya (PT. PLN menggunakan frekuensi dasar 50 Hz). Artinya, arus harmonisa mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dibanding frekuensi dasar 50 Hz. Arus harmonisa yang banyak muncul di bangunan modern mempunyai frekuensi 150, 250, dan 350 Hz. Di banyak bangunan modern, kandungan arus harmonisa yang mengalir di jaringan listrik bisa mencapai lebih dari 30%.
Berlawanan dengan trafo atau induktor, kapasitor mempunyai impedansi atau hambatan yang rendah pada frekuensi yang tinggi. Karena arus listrik cenderung mengalir melalui melalui lintasan yang hambatannya rendah maka arus harmonisa cenderung mengalir melalui kapasitor. Akibatnya, kapasitor bisa mengalami arus lebih karena adanya harmonisa. Jika hambatan kapasitor mempunyai nilai yang sama dengan hambatan jaringan sumber maka tercapailah suatu kondisi yang disebut resonansi. Pada kondisi resonansi, hambatan total sistem menjadi nol. Kondisi ini mirip dengan kondisi rangkaian pendek yang membahayakan kapasitor dan peralatan lainnya. Kondisi inilah yang sering menyebabkan rusaknya kapasitor dan peralatan lainnya. Karena kapasitor biasanya berisi minyak, kapasitor yang terbakar bisa memicu kebakaran yang lain. Kejadian inilah yang sering memicu banyak kebakaran di industri dan bangunan modern.
Untuk mengatasi masalah terbakarnya kapasitor karena adanya arus harmonisa, bermacam cara sederhana bisa dilakukan. Cara pertama yang umum ditawarkan oleh banyak pabrik pembuat kapasitor adalah dengan memasang induktor secara seri dengan kapasitor untuk mencegah mengalirnya arus harmonisa melalui kapasitor. Cara ini cukup efektif tetapi menyebabkan biaya pemasangan kapasitor menjadi mahal. Cara lain yang sering penulis lakukan untuk mengatasi masalah ini adalah menjauhkan pemasangan kapasitor dari posisi beban yang diperkirakan banyak menghasilkan harmonisa. Cara ini sering sekali bisa dilakukan tanpa banyak mengeluarkan biaya tambahan.
Secara umum, pemasangan kapasitor tidak mengkhawatirkan jika (i) kapasitas peralatan elektronik yang diperkirakan menghasilkan harmonisa tidak lebih dari 30% kapasitas sumber, dan (ii) besar kapasitor yang dipasang tidak lebih dari 50% kapasitas sumber. Jika penggunaan peralatan elektronik sangat banyak dan kapasitor yang akan dipasang besar maka suatu studi khusus tentang kemungkinan terjadinya resonansi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran. Di banyak bangunan modern yang penggunaan peralatan elektroniknya sangat banyak, peluang terjadinya resonansi sangat tinggi sehingga studi semacam ini menjadi sangat sering diperlukan. Dengan melakukan studi ini diharapkan kebakaran yang menyebabkan kerugian ratusan milyar rupiah bisa dicegah.

No comments:

Post a Comment