Sunday, 3 January 2016

Mengapa tidak mencoba untuk berpikir tentang PLTN?

Mengapa tidak mencoba untuk berpikir tentang PLTN?
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) selalu menggelitik para pendengar, pembaca atau pemirsa di media koran, televisi atau media lainnya. PLTN akan selalu memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat awam terhadap teknologi tersebut, maupun di golongan ilmuwan yang mengerti secara umum terhadap perkembangan teknologi PLTN. Dalam pengoperasian PLTN, jaminan terhadap keselamatan menjadi hal yang penting untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Gambar 1 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir tipe PWR 2×935 MWe
Berdasarkan Blue Print Energi Nasional, PLTN dapat menjadi alternatif sebagai pembangkit tipe base (beban dasar) di masa yang akan datang. Dimana dengan pertimbangan tren harga energi dunia, harga ekspor gas dan batubara yang lebih tinggi dari harga pemasaran dalam negeri, daya beli masyarakat terhadap gas dan batubara yang masih rendah, cadangan energi dan status kelistrikan Indonesia, pembangkit listrik masa depan Indonesia di tahun 2025, 17% -nya   adalah pembangkit listrik energi terbarukan yang dimana PLTN tercakup di dalamnya.
Mengapa harus menggunakan PLTN? Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh masyarakat  kepada orang-orang atau pemerintah yang tertarik untuk mengembangkan teknologi pembangkit jenis ini.  Masyarakat dunia bukan hanya masyarakat kita selalu paranoid terhadap kata nuklir yang identik dengan istilah pada bom nuklir, senjata pemusnah masal, dan aksi teror.  Hal lain yang membuat masyarakat paranoid terhadap PLTN tentu saja adalah peristiwa Chernobyl di tahun 1986.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sangatlah berbeda dengan apa yang dibayangkan selama ini. Negara yang paling banyak menggunakan PLTN adalah perancis, dengan presentase lebih dari 78% dengan standard safety sebesar 99,9999%. Keuntungan PLTN dari sisi lingkungan adalah penggunaan PLTN sangat bersih, tidak menghasilkan CO2 bila dibandingkan jenis pembangkit listrik lainnya. Uranium sebagai bahan bakar PLTN mampu menghasilkan energi listrik yang jauh lebih besar daripada bahan bakar lainnya seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam, dimana 1 gram uranium dapat menghasilkan energi panas yang setara dengan hasil pembakaran 4 ton bahan bakar batubara, dan 2 ton bahan bakar minyak bumi.
Kalau bicara statistik, dengan teknologi yang telah berkembang saat ini peluang kecelakaan yang terjadi di PLTN jauh  bahkan sangat jauh lebih rendah daripada pembangkit listrik jenis lainnya.  Atau kasarnya dapat juga disimpulkan bahwa peluang kita mati karena PLTN  lebih rendah daripada peluang mati kejatuhan meteor. (^_^) Selain itu, berbicara tentang teknologi yang diperlukan untuk merubah uranium hasil tambang menjadi bom nuklir tidaklah mudah dan tidak bisa dilakukan oleh teroris yang tidak punya laboratorium ekstra mahal. Penggunaan uranium sebagai bom nuklir memerlukan teknik pengayaan yang berbeda dan memerlukan energi 1000 x lebih besar teknik pengayaan uranium untuk bahan bakar PLTN.
Gambar 2. (a) Uranium alami (b) Uranium sebagai bahan bakar PLTN (c) Uranium untuk bom
Penggunaan PLTN juga memiliki keuntungan seperti halnya penggunaan pembangkit listrik renewable energy lainnya, PLTN memiliki keuntungan yang sama yaitu bahan bakar yang digunakan oleh PLTN dapat didaur ulang.  Keuntungan lainnya bila dibandingan dengan pembangkit listrik energi terbarukan adalah biaya produksi listriknya murah. Untuk menghasilkan energi listrik sebesar 1000 MW, biaya yang diperlukan untuk membangun 1 reaktor nuklir kurang-lebih sebesar 30 Triliun Rupiah dan memerlukan lahan seluas 1.7 km2. Bandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memerlukan biaya rata-rata sebesar 600~700 Triliun Rupiah dan memerlukan lahan seluas 67 km2. Atau dengan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) memerlukan biaya sebesar 100 Triliun Rupiah dengan lahan yang diperlukan seluas 246 km2.
Kapasitas pembangkit listrik Indonesia saat ini adalah sebesar 33.352 MW. Kapasitas tersebut berasal dari pembangkit milik PT. PLN sebesar 28.041 MW atau 84,06% dari total kapasitas terpasang, pembangkit swasta (IPP) sebesar 4.244 MW atau 12.72%, dan pembangkit terintegrasi (PPU) sebesar 1.066 MW atau 3,22%. Bukankah akan lebih bijaksana kalau kita sebagai masyarakat Indonesia jangan terlalu paranoid terhadap PLTN agar bisa membantu pemerintah untuk mensukseskan program membangun pembangkit listrik masa depan Indonesia yang sesuai dengan Blue Print Energi Nasional. Melalui tulisan ini saya mengajak seluruh pembaca untuk mulai peduli dengan keadaan kelistrikan negara kita.
Gambar.3 Bayangan tentang PLTN 4 x 1000 MW di Indonesia di tahun 2025
Jabat erat,
Artikel terkait :
Sarwiyana Sastratenaya : “Masa depan pembangunan PLTN di Nusantara sekarang berada di tangan pengambil kebijakan tertinggi yakni Presiden SBY.”
Edwin Kristianto : “Energi nuklir bukanlah obat mujarab untuk mengatasi pemanasan global. Meski anda kesampingkan masalah penyimpanan limbah jangka panjang dan bahaya kecelakaan dan kerentanan serangan teroris, anda masih punya dua masalah yang lebih sulit. Pertama adalah biaya. Kedua adalah proliferasi senjata nuklir.”
Sarwiyana Sastratenaya :“Kegagalan industri nuklir di satu negara akan menyebabkan industri nuklir di seluruh dunia jatuh. Jadi tidak usah didemo karena sudah ada badan yang mengawasi,”
Carunia Mulya Firdaus : “Indonesia sudah jauh ketinggalan dalam penggunaan nuklir sebagai sumber energi dibandingkan negara lainnya. Di India saja misalnya sudah ada 17 PLTN dan hingga kini tidak ada permasalahan bagi warganya,”
Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi : “Tambahan energi di dalam negeri sudah sangat mendesak bukan saja untuk kebutuhan industri, dan menarik investasi, tapi juga masyarakat,”

Taswanda Taryo : 
“Berdasarkan pengalaman di beberapa negara maju yang sudah memiliki PLTN, mereka tidak mengalami pemadaman listrik atau byar pet. Indonesia pun akan mengalami hal serupa,”



No comments:

Post a Comment