Sunday, 3 January 2016

Mengapa kita tidak perlu khawatir dengan kecelakaan di PLTN Fukushima

Mengapa kita tidak perlu khawatir dengan kecelakaan di PLTN Fukushima
NISA (Badan Pengawas Keselamatan Industri dan Nuklir Jepang) mengoreksi tingkat bahaya kecelakaan Nuklir dari level 4 menjadi level 5 pada skala 7 bedasarkan INES (International Nuclear Events Scale).
Pasca koreksi level ini, beberapa surat kabar memberitakan bahwa Industri Nuklir di Jepang tengah dalam krisis dengan konsekuensi potensial yang mengerikan.
Perlu diketahui level 5 disini sama artinya dengan level ketika terjadi kecelakaan pada Three Mile Island-2 (TMI-2) yang terjadi di Amerika pada tahun 1979. Efek dari kecelakaan TMI-2 ini, Amerika menghentikan segala Industrinya yang berhubungan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di negaranya selama kurang-lebih 11 tahun.
Pemberitaan-pemberitaan seperti ini tentu saja hanya membuat kita dan keluarga kita di Indonesia yang tidak mengerti tentang PLTN menjadi sangat panik pada saat membacanya.
Membuat semua orang mengerti apa yang sedang terjadi tanpa harus membuat pembaca menjadi lebih panik adalah informasi yang dibutuhkan saat ini untuk memberi gambaran yang jelas tentang kecelakaan Fukushima saat ini.
Adapun pendapat saya lainnya adalah sebagai berikut :
1. Jarak Tokyo – Fukushima sejauh 250-300 km, masih ditetapkan dalam radius yang sangat aman.
Adapun data laju dosis radiasi beberapa daerah di utara dan selatan Fukushima dapat dilihat pada gambar 1.
Dari data ini jika dibandingkan dengan gambar 2 dapat disimpulkan bahwa dosis radiasi masih dalam tingkat yang tidak membahayakan kesehatan manusia.
Gambar 1. Laju Dosis Radiasi di Beberapa Kota di Jepang
Sebagai gambaran bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun kita sering terpapar sinar radiasi, sebagai contoh saat kita berpergian menggunakan pesawat yang terbang dari New York dan Tokyo akan mengalami paparan radiasi sebesar 200 micro-sievert per satu kali perjalanan pulang-pergi. Radioaktif yang terpapar ditubuh kita saat ini adalah partikel-partikel kecil yang menempel pada tubuh kita, namun akan segera hilang apabila kita membilasnya dengan air. (dekontaminasi).
Gambar 2. Dosis Radiasi dalam kehidupan di sekitar kita
2. Ledakan yang terjadi di reaktor Fukushima merupakan ledakan yang disebabkan oleh akumulasi gas Hidrogen di bangunan penyokong reaktor.
Sangat perlu ditekankan disini bahwa ledakan yang terjadi bukanlah ledakan akibat reaksi fisi nuklir. Ledakan ini adalah ledakan yang disebabkan oleh terakumulasinya gas Hidrogen di antara sungkup reaktor dan bangunan beton akibat proses venting (membuka pressure relieve valve, katup penurun tekanan) untuk menurunkan tekanan di reaktor.
Ledakan ini terjadi di luar reaktor, sedangkan reaktornya sendiri tidak mengalami kerusakan. Sempat teramati adanya kenaikan tingkat radiasi sesaat, terutama di sekitar lokasi PLTN.  Fakta ini menjadi alasan kedua kenapa kita ‘belum perlu’ untuk panik.
3. Reaktor sudah tidak beroperasi, sudah tidak ada reaksi fisi nuklir. Jadi kecelakaan reaktor ini berbeda dengan kasus Chernobyl ataupun There Mile Island (TMI), dimana reaksi fisi nuklir masih terjadi di dalam teras reaktor saat kedua kecelakaan itu terjadi. Level daya reaktor TMI-2 saat terjadi kecelakaan adalah ~97%, dan 5-20% pada kasus Chernobyl.
Upaya yang dilakukan ahli-ahli nuklir di Jepang saat ini, merupakan suatu upaya dengan tujuan untuk mencegah peningkatan jumlah bahan bakar yang rusak baik di kolam bahan bakar bekas maupun di dalam teras reaktor akibat sisa panas hasil energi peluruhan. Apabila bahan bakar meleleh, diperlukan biaya yang sangat besar dan memakan waktu yang lama untuk membersihkan reaktornya.
Meski tergolong tua, PLTN Fukushima memiliki tingkat dan sistem pengamanan yang modern. PLTN Fukushima telah dirancang untuk menahan gempa berskala hingga 9 SR dan ancaman tsunami.
Sistem pendingin yang tidak beroperasi, terjadi ledakan gas hydrogen di unit 1 dan 3 bukan berarti keadaan PLTN saat ini bertambah parah, reaktor masih berfungsi sesuai dengan desain awalnya pada kondisi terburuk sekalipun.
4. Zat radioaktif yang terdeteksi saat ini adalah zat radioaktif yang memiliki waktu paruh yang sangat pendek. Pendek disini dalam artian beberapa menit saja. Pelepasan material radioaktif berupa gas yang berdifusi keluar dari reaktor.
Zat radioaktif ini akan segera hilang dari tubuh dengan membilas menggunakan air. Pencegahan dilakukan dengan selalu menggunakan masker dan pakaian yang menutupi seluruh permukaan tubuh untuk orang-orang yang bekerja disekitar kawasan pembangkit. Untuk yang berada di luar daerah 20 km sekitar PLTN Fukushima, antisipasi dapat dilakukan dengan antisipasi yang sama dengan pencegahan alergi akibat radiasi serbuk bunga di Jepang akhir-akhir ini (gunakan masker dan selalu berkumur).
5. Reaktor didesain mengikuti filosofi “Defense of Depth”. Desain pembangkit dirancang dengan keamanan berlapis untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk. Untuk kasus PLTN Fukushima dengan paparan sebagai berikut :
a. Reaktor langsung berhenti seketika sesaat setelah terjadi gempa.
b. Dalam kasus Reaktor Fukushima, sistem pendingin dinyatakan gagal akibat generator diesel yang rusak pasca tsunami.
c. Sistem power supply dalam kondisi darurat selain generator diesel juga didesain dengan back-up baterei-nya yang memiliki waktu paruh 8 jam. Apabila sesaat setelah reaktor shut-down, langsung dikirimkan generator diesel tambahan ke lokasi, saya yakin tidak akan ada permasalahan seperti ini. Dalam kasus Fukushima unit 1 disini, murni disebabkan karena kekurangsiapan engineer Jepang dalam menghadapi situasi darurat.
d. Walaupun engineer Jepang masih belum terlatih untuk kondisi seperti ini saja PLTN masih bisa dikatakan aman. Jadi memang PLTN disini dari awal sudah dirancang untuk segala kondisi terburuk termasuk kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh manusia.
e. Ledakan besar akibat akumulasi gas hydrogen terjadi di bangunan reaktor, namun reaktor tidak mengalami masalah sama sekali dan tidak ada peningkatan radiasi zat radioaktif.
f. Untuk segala kondisi terburuk pun, level radioaktif diprediksi tidak akan mengalami peningkatan.
6.  Kelistrikan Jepang sangat bergantung dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Segala kesalahan dalam penanganan bencana ini akan membawa dampak yang besar untuk perindustrian nuklir di Jepang. Berdasarkan pengalaman ini di masa depan teknologi PLTN yang lebih canggih, yang tahan gempa dengan kekuatan diatas 9 SR, tsunami dan segala kemungkinan bencana besar lainnya yang lebih parah lagi akan menjadi fokus perhatian industri nuklir dunia.
Perlu diketahui PLTN Fukushima adalah PLTN generasi ke II, buatan perusahaan Amerika, mulai dioperasikan dari tahun 1971. Saat ini Jepang memiliki teknologi PLTN generasi ke III+, dengan teknologi yang sangat aman, lebih kompak, lebih simple dengan tingkat kehandalan yang tinggi.
Tulisan sederhana ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk membuat pembaca menjadi tidak panik.
Jabat erat,
Kadek Fendy Sutrisna
Referensi :
1. Data dari Tim Nuklir yang berada di Crisis Center PPI-KBRI TOKYO
TAMBAHAN :
1. PLTN Fukushima adalah PLTN bertipe BWR (Boiling Water Reactor). Bahan bakar Uranium direaksikan dengan neutron sehingga menghasilkan panas dari reaksi fisinya. Energi panas ini digunakan untuk mendidihkan air di dalam reaktor.  Uap air yang dihasilkan digunakan untuk menggerakan turbin untuk menghasilkan energi listrik.
2. Bahan bakar PLTN adalah Uranium Oxide, yang dibentuk slinder ukuran 1×1 cm, (seruas jari kelingking manusia) yang memiliki titik leleh sekitar 3000 derajat celcius.
Bahan bakar UO2 ini berupa keramik yang mampu menahan gas-gas hasil reaksi fisi (Xenon dan Kripton) sehingga tetap berada di dalam pelet. Jadi pelet itu sendiri merupakan bentuk pertahanan lapis I agar bahan radioaktif tidak keluar dari lingkungan.
3. Pelet ini kemudian disusun sepanjang 4 meter dengan menggunakan selongsong (cladding) Zircaloy dengan titik leleh sebesar 2200 derajat celcius. Untuk pembangkit BWR, tube disusun 10×10 batang, dan kumpulan dari tube inilah yang diperjual belikan dan disebut sebagai bahan bakar dari PLTN.
Selongsong ini berfungsi sebagai perantara untuk menghantarkan energi panas yang dihasilkan pelet ke air dengan tetap menjaga pelet agar tidak larut sehingga zat radioaktif berbahaya tetap terjaga di dalam pelet ini.
Ada 5 pelindung dalam desain PLTN agar zat radioaktif tidak membahayakan lingkungan disekitar pembangkit :
1. Pelet yang memiliki titik leleh sekitar 3000 derajat celcius dan tube Zircaloy-nya sebagai pelindung I.
2. Sistem pendingin yang dapat mengontrol agar permukaan air di reaktor selalu berada di atas bahan bakar Uranium sebagai pelindung II. Air akan mendidih pada suhu 330 – 350 C dengan tekanan 70 bar. Pada kasus Fukushima, sistem pendingin mengalami kegagalan operasi sehingga suhu selongsong meningkat cukup tinggi sebesar 800-900 C. Zirkonium mulai mengalami oksidasi dan menghasilkan hidrogen.
3. Reaktor dengan titik leleh ratusan derajat celcius sebagai pelindung III, yang berfungsi sebagai pelindung apabila air di reaktor berada di bawah level bahan bakar.
4. Primary containment sebagai pelindung IV yang berfungsi saat vessel reaktor meleleh menjaga agar bahan radiasi tidak menyebar kemana-mana.
5. Secondary containment atau bangunan reaktor yang terbuat dari kerangka baja tebal dilapisi konkrit beton sebagai pelindung V yang menjaga agar udara di dalam bangunan tidak bercampur dengan udara luar tanpa melalui filter.
ZAT RADIOAKTIF
Iodine-131
Kadar terukur di air keran di Tokyo per 03/20 adalah 2.93 Bq/kg, sedangkan batas aman berdasarkan standar Komite Keselamatan Nuklir Jepang adalah 300 Bq/kg.
Waktu paruh Iodine-131 adalah 8.02 hari, sehingga dalam 8 hari akan menjadi setengah bagian, dan dalam 80 hari akan menjadi 1/2^10, dan akan terus melemah menjadi 1/1000 bagian.
Cesium-137
Kadar terukur di air keran di Tokyo per 03/20 adalah Not Detected, yang berarti sangat rendah, sedangkan batas aman berdasarkan standar Komite Keselamatan Nuklir Jepang adalah 200 Bq/kg.
(Sumber : http://ftp.jaist.ac.jp/pub/emergency/monitoring.tokyo-eiken.go.jp/monitoring/w-past_data.html)
Dosis maksimum untuk Iodine :
a. 150 Bq/kg (1 Bq/kg sebanding 1 Bq/l) untuk makanan bayi
b. 500 Bq/kg untuk makanan pokok
c. 2000 Bq/kg untuk bukan makanan pokok
d. 500 Bq/l untuk minuman
Dosis maksimum untuk Cesium :
a. 400 Bq/kg untuk makanan bayi
b. 1000 Bq/kg untuk makanan pokok
c. 1250 Bq/kg untuk selain makanan pokok
d. 1000 Bq/l untuk minuman
(sumber : http://au.news.yahoo.com/thewest/a/-/world/9041428/radioactive-contamination-of-food-risks-experts/)
PENJELASAN TENTANG INES
(Japan Atomic Energy Agency, JAEA, Badan keselamatan nuklir Jepang merevisi kategori kecelakaan Fukushima sebagai skala 5 dalam INES (International Nuclear and Radiological Event Scale))
Skala INES adalah suatu ukuran yang dibuat oleh IAEA dengan tujuan untuk mengetahui dampak terhadap keselamatan dari suatu kejadian pada sebuah fasilitas nuklir.
Skala ini mempunyai rentang dari 0 (tidak ada pengaruh terhadap keselamatan secara signifikan) sampai dengan 7 (kecelakaan besar).
Setiap levelnya, dampak kerusakan yang dihasilkan 10 kali lebih besar dari level sebelumnya.  Untuk menentukan level INES, ada 3 kriteria yang harus dikaji dan masing-masing kriteria mempunyai nilai minimum dan maksimum.
Nilai tertinggi dari tinjauan ketiga kriteria tersebut akan dijadikan nilai secara umum dalam menentukan tingkat kecelakaan nuklir. Adapun ketiga kriteria itu adalah sebagai berikut :
Kategori 1 : dampak terhadap orang dan lingkungan di sekitar pembangkit (level 2 sampai 7)
Kategori 2 : dampak terhadap kerusakan bangunan pembangkit dalam fungsinya sebagai pelindung radiasi, misal gedung, pengungkung, dan lain-lain. (level 2 sampai 5)
Kategori 3 : dampak terhadap pertahanan berlapis, misal adanya sistem cadangan, redundansi (level 1 sampai 3)
Rapor Kecelakaan Fukushima dai-ichi Unit 1, 2 dan 3 :
(Referensi berdasarkan Ministry of Economy, Trade and Industry)
Kategori 1 : ditentukan berdasarkan pelepasan radioaktif (masih berlangsung)
Kategori 2 : 5
Kategori 3  : 3
Rapor Kecelakaan Fukushima dai-ichi Unit 4
(Referensi berdasarkan Ministry of Economy, Trade and Industry)
Kategori 1 : ditentukan berdasarkan pelepasan radioaktif (masih berlangsung)
Kategori 2 : belum ditentukan
Kategori 3 : 3
Rapor Kecelakaan Fukushima dai-ni Unit 1, 2 dan 4
(Referensi berdasarkan Ministry of Economy, Trade and Industry)
Kategori 1 : ditentukan berdasarkan pelepasan radioaktif (masih berlangsung)
Kategori 2 : belum ditentukan
Kategori 3  : 3
Dari rapor diatas terlihat bahwa nilai tertinggi adalah 5 pada Fukushima Unit 3 di kategori 2, kerusakan pada gedung beton penyokong reaktor. Hal ini lah yang menjadi dasar dalam pengoreksian tingkat kecelakaan di reaktor Fukushima.

No comments:

Post a Comment