Pengertian dari MCB dan Cara kerja dari MCB
MCB bekerja dengan cara pemutusan hubungan yang disebabkan oleh aliran listrik lebih dengan menggunakan electromagnet/bimetal. cara kerja dari MCB ini adalah memanfaatkan pemuaian dari bimetal yang panas akibat arus yang mengalir untuk memutuskan arus listrik. Kapasitas MCB menggunakan satuan Ampere (A), Kapasitas MCB mulai dari 1A, 2A, 4A, 6A, 10A, 16A, 20A, 25A, 32A dll. MCB yang digunakan harus memiliki logo SNI pada MCB tersebut.
Cara mengetahui daya maximum dari MCB adalah dengan mengalikan kapasitas dari MCB tersebut dengan 220v ( tegangan umum di Indonesia ).
contoh
Untuk MCB 6A mempunyai kapasitas menahan daya listrik sebesar :
6A x 220v = 1.200 Watt
Beberapa kegunaan MCB :
- Membatasi Penggunaan Listrik
- Mematikan listrik apabila terjadi hubungan singkat ( Korslet )
- Mengamankan Instalasi Listrik
- Membagi rumah menjadi beberapa bagian listrik, sehingga lebih mudah untuk mendeteksi kerusakan instalasi listrik
Cara menentukan penyebab MCB turun
cara menyentuh bagian putih dari MCB, apakah panas atau tidak.
- Apabila tidak panas,
kemungkinan ada bagian instalasi yang korslet, biasanya bila instalasi yang korslet tersebut telah di perbaiki, MCB langsung dapat dinyalakan. Jika sesudah beberapa menit MCB tersebut tetap tidak bisa dinyalakan kembali, artinya MCB tersebut sudah rusak
- Apabila panas
Itu menandakan MCB mengalami kelebihan beban dalam waktu yang cukup lama, tunggu beberapa menit baru menyalakan MCB tersebut, biasanya apabila langsung di nyalakan, MCB akan langsung turun kembali, hal ini disebabkan oleh BiMetal yang memuai dan membutuhkan waktu untuk kembali ke bentuk semula. Bila sesudah beberapa menit, MCB tersebut tetap tidak bisa dinyalakan, artinya MCB tersebut sudah rusak
contoh
Untuk MCB 6A mempunyai kapasitas menahan daya listrik sebesar :
6A x 220v = 1.200 Watt
Beberapa kegunaan MCB :
cara menyentuh bagian putih dari MCB, apakah panas atau tidak.
MCB, Kabel dan Beban Daya
Pada meteran listrik PLN, biasanya kita akan menemukan sebuah perangkat yang dinamakan MCB. Umumnya, kita berhubungan dengan alat ini untuk kepentingan menyalakan dan mematikan arus listrik yang masuk ke dalam rumah. Sehingga, pengenalan kita mengenai fungsi MCB cenderung mirip dengan fungsi saklar lampu di dalam rumah yang digunakan untuk menyala-matikan lampu saja. Memang benar demikian adanya salah satu dari fungsi MCB yang kita kenal. Namun, ada fungsi lain dari MCB yang cukup penting untuk diketahui.
Fungsi lain MCB
Miniature Circuit Breaker atau lebih dikenal dengan singkatan MCB, lebih ditujukan keberadaannya untuk kepentingan membatasi beban arus listrik hingga level tertentu. Pengertian level tertentu disini adalah besar beban / kapasitas arus listrik yang diperkenankan untuk beredar dalam jaringan kabel di sebuah area (rumah / ruangan). MCB tidak dibuat untuk mengatur (smart control) besar arus listrik. Fungsinya hanya membatasi (dumb control) arus listrik saja. Berapa pun besar input daya ke dalam MCB, maka daya listrik yang menjadi keluaran dibatasi hanya sebesar sesuai kapasitas dari MCB saja. Jika terjadi perubahan besaran daya listrik melebihi kapasitas yang dimilikinya, maka switch MCB akan turun (mati). Inilah fungsi lain dari MCB yang kita perlukan, yaitu menjaga / membatasi gerak peredaran arus listrik agar tetap pada porsinya.
Saya tidak tahu bagaimana konsep tehnik kerja dari MCB. Namun, berdasarkan beberapa kejadian yang saya berhasil tangkap, MCB bereaksi terhadap perubahan naik (lonjakan) voltase dari input daya dan output daya. Lonjakan voltase input daya berasal dari asupan listrik PLN, sedangkan lonjakan voltase output daya berasal dari ketidaksesuaian perlakuan terhadap pemakaian daya di dalam rumah. Kondisi lonjakan voltase ini juga mempengaruhi besar daya (Watt) arus listrik yang sedang beredar dalam jaringan kabel.
Maksud ketidaksesuaian perlakuan terhadap pemakaian daya adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemakaian daya di rumah diluar batas yang telah ditentukan. Baik dilakukan dengan tidak sengaja; ataupun ketidaksesuaian kapasitas perangkat penunjang beban arus listrik (seperti kabel dan MCB); maupun ketidakpahaman relasi / hubungan antar perangkat penunjang beban arus listrik.
Pembahasan selanjutnya lebih menitikberatkan pada ketidaksesuaian perlakuan terhadap pemakaian daya dari dalam rumah. Karena faktor penyebab lonjakan voltase dari luar sangat bergantung dari peran pihak PLN. Tidak ada yang dapat kita lakukan di bagian itu.
Kapasitas MCB
Perhitungan besar daya listrik (Watt), diperoleh berdasarkan perkalian antara satuan Ampere dengan Volt (tegangan). Kita bisa mengetahui besar daya listrik terpasang dan masuk ke dalam jaringan kabel di dalam rumah cukup dengan mengetahui besaran Ampere dan Voltase yang tertera pada unit MCB di meteran PLN. Biasanya kode yang menyatakan satuan Ampere didahului dengan huruf C, misalnya C4, C6, C10, C20 dan seterusnya. Sedangkan untuk kode yang menyatakan satuan Volt dapat langsung dikenali dari tulisan yang tertera seperti 230V/400V. Misalnya, instalasi listrik terpasang berkapasitas 1300VA ~ 220Volt, akan dikodekan dengan C6 dan 230V/400V. Kode C6 menunjukkan besaran 6 Ampere dan kode 230V menunjukkan besaran tegangan sebesar 220 Volt. Jadi, untuk menghitung berapa besar daya dari instalasi listrik terpasang di rumah, kita tinggal meng-kali-kan angka 6 dan 220 menjadi 1320 (Watt). Saya tidak mengetahui mengapa kode besaran voltase tertera sebagai 230V/400V. Mungkin ada pengkodean tehnik listrik tersendiri yang menjadikannya seperti itu.
Penggunaan MCB
Perangkat MCB ini tidak hanya selalu harus digunakan bersamaan dengan perangkat meteran listrik PLN. Alat ini dapat difungsikan berdiri sendiri dan dapat di temukan pembahasannya pada artikel Memasang unit MCB. Fungsi MCB dalam box MCB dalam rumah lebih ditujukan untuk kepentingan pembagian batas besar daya yang dapat digunakan dalam sebuah jaringan kabel di satu / beberapa area / ruangan. Di bagian inilah sering menimbulkan kerancuan dan kebingungan terhadap kondisi dan perilaku listrik yang sebenarnya.
Dalam menetapkan besaran kapasitas MCB yang hendak dipasang pada satu / beberapa area / ruangan, dapat dilakukan dengan dua cara :permanen dan fleksibel.
Pengertian permanen (tetap) disini adalah setiap area hanya dibatasi hingga besaran tertentu saja. Dengan cara ini, besar kapasitas listrik terpasang di bagi sedemikian rupa ke setiap ruangan. Sehingga, sebesar apapun pemakaian daya yang terjadi dalam satu ruangan, tidak akan mengganggu pemakaian daya di ruangan lainnya. Pada kasus-kasus tertentu, cara ini memiliki sisi merugikan. Karena daya listrik yang ada tidak dapat dipakai seluruhnya, walau pun daya tidak terpakai masih tersedia dan memungkinkan untuk digunakan.
Misalnya, sebuah rumah berdaya 30 Ampere (6600 Watt) ~ 220 Volt dibagi menjadi 3 MCB yang masing-masing berkapasitas 10 Ampere untuk memenuhi kebutuhan daya 3 area / ruangan dalam rumah. Akibatnya, pemakaian daya di setiap area / ruangan hanya dapat dilakukan hingga batas 10 Ampere (2200 Watt) saja. Walau pun tidak terjadi pemakaian daya di ruangan lainnya, pemakaian daya yang diperkenankan tetap hanya 10 Ampere saja per ruangan. Sehingga, jika terjadi pemakaian daya melebihi 10 Ampere di sebuah ruangan, hanya akan menyebabkan MCB ruangan itu saja yang “trip”. Tidak akan berefek pada ruangan lainnya.
Pengertian fleksibel (dinamis) adalah penggunaan daya di setiap area tidak dibatasi atau memiliki besaran yang sama dengan kapasitas MCB pada meteran PLN. Dengan menerapkan cara ini, seluruh daya listrik yang ada di seluruh rumah dapat diberdayakan hanya dalam satu ruangan saja. Tentu saja dengan kondisi tidak ada pemakaian daya di ruangan lainnya. Sisi merugikan dalam penerapan cara ini adalah jika terjadi pemakaian daya secara bersamaan dan jumlahnya di atas kapasitas listrik terpasang, maka akan berefek ke seluruh rumah.
Misalnya, sama dengan kondisi contoh rumah sebelumnya, hanya kapasitas MCB yang terpasang di masing-masing ruangan adalah 30 Ampere. Akibatnya, daya yang tersedia (30 Ampere) dapat dimanfaatkan sepenuhnya dalam satu ruangan saja. Namun, cara ini memiliki kecenderungan untuk pemakaian daya melebihi kapasitas listrik terpasang. Jika terjadi pemakaian daya dengan formasi : Ruangan 1 = 10 Ampere, Ruangan 2 = 10 Ampere, Ruangan 3 = 11 Ampere; maka MCB pada meteran PLN akan “trip” (jatuh). Dan ini akan berefek pada seluruh ruangan / area rumah.
Jika kita sama sekali tidak mengerti mengenai listrik, pembagian daya secara permanen adalah pilihan yang lebih mudah dan aman untuk diterapkan di rumah. Cara ini akan memudahkan kita untuk mengetahui dengan cepat jika terjadi masalah listrik di salah satu ruangan. Dampak lain dari penerapan cara ini adalah “memaksa” penghuni rumah yang menempati ruangan tersebut bertindak efektif dalam pemakaian daya listrik di ruangannya.
Besar pembagian daya menggunakan MCB ini, tidak harus sama di setiap ruangan. Kita dapat memasang besaran kapasitas MCB sesuai dengan kebutuhan dan fungsi ruangan. Ada baiknya menggunakan parameter / ukuran berdasarkan frekuensi aktivitas harian yang berlangsung dalam ruangan. Misalnya, memasang kapasitas MCB lebih besar untuk area dapur daripada area kamar tidur / ruang keluarga. Namun hal penting untuk diperhatikan adalah menghindari total kapasitas MCB yang terpasang di dalam rumah melebihi kapasitas MCB pada meteran PLN. Ini semata-mata untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pemakaian daya listrik sehari-hari.
Kapasitas kabel menahan beban voltase (Volt)
Besar kapasitas beban voltase yang menjadi keluaran MCB ini harus diimbangi dengan kapasitas yang sama pada kabel dalam menahan beban voltase. Besar fisik kawat tembaga yang diperkenankan boleh lebih besar ataupun lebih kecil dari kapasitas listrik terpasang. Tergantung dari kebutuhan dan tujuan pemakaian, namun yang terpenting harus dapat menahan beban voltase sesuai tertera pada MCB (230/400V). Kode ini tertera pada pembungkus kabel sebagai 300 / 500V. Ketidaksesuaian kemampuan menahan beban voltase pada kawat tembaga (lebih kecil), akan membuat kondisi kawat mudah menjadi panas. Pada titik tertentu, suhu panas yang dihasilkan mampu me-leleh-kan karet pembungkus kawat. Jika sudah mencapai kondisi seperti ini, biasanya switch MCB akan mudah “trip”.
Kapasitas kabel dalam menahan beban daya (Watt)
Anda dapat membaca pembahasan mengenai detail tehnik dari tabel ini pada alamat tadi. Judul kolom ke-2 adalah “Penampang Kabel (mm²)” yang mana dalam artikel ini diartikan sebagai besar fisik kawat tembaga. Sedangkan judul kolom ke-3 adalah “Kemampuan membawa Arus (Ampere)” yang dalam artikel ini diartikan sebagai besar beban arus listrik (daya). Angka-angka pada tabel ini menjelaskan kesesuaian antara besar fisik kawat tembaga dengan beban arus listrik yang mampu dilewatinya / dihantarkan.
Kapasitas kabel dalam menahan beban daya (Watt), kurang-lebih konsepnya mirip dengan kapasitas kabel dalam menahan beban tegangan (Volt). Namun disini lebih menitik beratkan pada besar fisik kawat tembaga dalam kabel. Jadi, keluaran daya (Watt) MCB juga harus diimbangi dengan kapasitas yang sama dengan kemampuan kabel menahan beban daya (Watt). Kemampuan kabel dalam menahan beban daya lebih ditentukan oleh ukuran fisik kawat tembaga yang dimilikinya. Anda dapat melihatnya pada angka yang tertera pada tabel tabel di atas.
Pengertiannya disini adalah untuk kapasitas listrik 4400 Watt, kita tidak harus menggunakan kabel dengan fisik kawat tembaga 2,5mm². Maksud fungsi ketebalan fisik kawat tembaga 2,5mm² disini adalah dapat digunakan untuk menahan beban penggunaan daya hingga 4400 Watt. Jadi, jika instalasi listrik terpasang di rumah 4400 Watt dan anda hendak menggunakan seluruh daya 4400 Watt untuk menjalankan satu / beberapa perangkat elektronik sekaligus, maka kabel yang disarankan untuk itu adalah kabel dengan (minimum) fisik kawat tembaga 2,5mm².
Contoh lain : pada instalasi listrik terpasang 4400 Watt (20 Ampere), tidak ada masalah jika anda hendak memasang dan menggunakan kabel dengan besar fisik kawat tembaga 1,5mm² untuk kebutuhan pemakaian perangkat elektronik hingga batas daya sebesar 3960 Watt (18 Ampere). Memang lebih kecil dari fisik kawat tembaga yang digunakan untuk menahan beban daya seluruh kapasitas listrik terpasang sebesar 4400 Watt, dan itu tidak masalah, selama penggunaan pemakaian dayanya maksimal 3960 Watt saja.
Apa yang terjadi jika pemakaian daya melebihi 3960 Watt? Saya belum pernah mencoba mempraktekkannya. Teori yang ada di kepala saya adalah hal itu masih dapat dilakukan tanpa membuat MCB trip, namun dengan resiko kabel akan menjadi panas setelah pemakaian dalam waktu cukup lama. Sama dengan kasus kelebihan beban voltase, suhu panas yang dihasilkan kawat tembaga mampu me-leleh-kan pembungkus kawat dan pada titik tertentu akan menyebabkan MCB trip.
Ukuran ideal fisik kawat tembaga
Jika mengacu pada tabel kemampuan hantar arus di atas, fisik kawat tembaga berukuran 0,75mm² pada tegangan 220 Volt mampu untuk menahan beban daya hingga sebesar 12 Ampere x 220 Volt = 2640 Watt. Jadi, kabel dengan fisik kawat tembaga 0,75mm² bisa digunakan pada jaringan kabel untuk instalasi listrik terpasang mulai dari 450 hingga 2200 Watt. Benarkah demikian? Secara teori, hal tersebut adalah mungkin untuk diterapkan. Dalam prakteknya, hampir setiap jaringan kabel di rumah siap huni memiliki spesifikasi ukuran fisik kawat tembaga minimal 1,5mm² s/d 2,5mm².
Di dalam kehidupan sehari-hari, pada rumah tinggal kelas menengah ke bawah, rata-rata konsumsi daya listrik sebuah / beberapa perangkat elektronik pada umumnya berada pada kisaran 100 hingga 1000 Watt. Walaupun terjadi pemakaian daya hingga melebihi kapasitas listrik terpasang, hal tersebut akan diantisipasi dengan jatuhnya switch MCB meteran PLN. Lalu, dengan kapasitas instalasi listrik terpasang berada pada kisaran 450 s/d 2200 Watt, masihkah kiranya diperlukan fisik kawat tembaga sebesar 2,5mm² sebagai spesifikasi dasar jalur kabel stopkontak? Ataukah cukup hanya dengan menggunakan ukuran 1,5mm² saja? Jadi, ukuran mana yang harus dipakai untuk digunakan pada instalasi jaringan kabel? 2,5mm² atau 1,5mm²? Atau sesuai berdasarkan angka yang tertera pada tabel di atas?
Menurut saya, sebesar apapun ukuran fisik kawat tembaga, selama kemampuan hantar arusnya sama dengan atau lebih besar dari kapasitas instalasi listrik terpasang, dapat dikategorikan sebagai ukuran ideal. Namun, bagaimanapun juga, apa yang saya nyatakan tidaklah memiliki dasar pengetahuan kelistrikan secara formal. Dasar dari tindakan yang saya lakukan dalam menangani listrik hanyalah pengalaman belaka (non formal). Untuk itu, parameter ukuran terbaik / ideal yang saya ambil dalam menentukan ukuran kabel, cenderung pada efek yang berhasil saya tangkap saat perangkat elektronik di rumah dioperasikan. Semakin rendah efek negatif yang ditimbulkan, semakin baik kualitas kabel yang digunakan. Begitulah kira-kira parameternya, dan itu bukan ukuran tehnik yang sebenarnya atau diakui keabsahannya secara akademis. Sehingga, berlebihan atau tidaknya keputusan saya dalam menentukan ukuran kawat tembaga sebesar 2,5mm² (pada jalur stopkontak) dan 1,5mm² (pada jalur rumah lampu) dari sudut pandang akademis, saya tidak mau terlalu memedulikannya.
Hingga saat ini, saya belum pernah menemukan masalah pada jalur kabel stopkontak yang dipasang menggunakan fisik kawat tembaga 2,5mm² pada rumah tinggal dengan instalasi listrik terpasang berkapasitas 900, 1300 dan 2200 Watt. Kecuali, terjadi kesalahan dalam instalasi pemasangan jalur dan sambungan kabelnya. Demikian juga halnya untuk jalur kabel rumah lampu (1,5mm²). Ini juga yang menjadikan alasan bagi saya untuk tetap tidak menggunakan kabel dengan fisik kawat tembaga di bawah ukuran 2,5mm² (jalur stopkontak) dan 1,5mm² (jalur rumah lampu ).
Faktor penentu ukuran kawat tembaga
Hasil eksperimen yang saya kerjakan selama 1 tahun memperlihatkan bahwa untuk menyalakan lampu berkapasitas daya sebesar 5 Watt selama 24/7, cukup dengan menggunakan fisik kawat tembaga sebesar 0,75 mm². Tidak perlu hingga 1,5 mm². Namun, ada beberapa hal / faktor yang cukup rumit dalam penerapannya, terlebih lagi jika kita membuat pencabangan dari / untuk stopkontak.
- Faktor I – Perbedaan ukuran kawat tembaga : Membuat pencabangan kabel untuk rumah lampu dengan mengambil sumber daya dari jalur kabel stopkontak adalah hal biasa ditemukan pada jaringan kabel di rumah siap huni. Mungkin hal itu memang telah menjadi teknik standar untuk diterapkan di rumah siap huni. Seandainya besar ukuran sambungan kabel rumah lampu 0,75mm² dan 2,5mm² untuk stopkontak; tidaklah mudah membuat sambungan antar kabel yang rapi dari kedua ukuran kawat tembaga tersebut. Bisa dilakukan, namun tidak mudah pengerjaannya.
- Faktor II – Mudah diperoleh : Tidak semua ukuran kabel mudah diperoleh dan dijual murah di pasaran. Saya dengan mudah mendapatkan kabel dengan spesifikasi kawat 2,5 mm² dan 1,5 mm² dari brand / merk yang sama di pasaran dengan harga grosir, tetapi tidak demikian halnya untuk ukuran 1 mm² dan 0,75 mm².
- Faktor III – Kemampuan menahan beban : Jumlah pencabangan stopkontak yang menginduk pada satu jalur kabel adalah kasus yang sering terabaikan. Faktor ini terlihat sepele namun dalam prakteknya sering membawa masalah tidak terduga di kemudian hari. Semakin banyak cabang stopkontak dibuat dari satu kabel induk, semakin besar kemungkinan beban arus listrik yang harus ditanggung oleh kabel induk. Kita tidak pernah menduga berapa besar beban arus listrik yang harus ditanggung oleh sebuah kabel induk, karena tidak selamanya kita memperhatikan besar konsumsi daya perangkat elektronik yang terhubung pada setiap stopkontak. Kita pun tidak akan selalu mengingat sumber pencabangan dari stopkontak-stopkontak yang ada. Tidak ada masalah untuk kasus kelebihan pemakaian daya, karena akan langsung diantisipasi oleh MCB meteran PLN. Namun, bagaimana jika terjadi kenaikan voltase? Batas waktu (time frame) dan besaran kenaikan voltase yang dapat ditahan oleh kabel adalah dua hal berbeda yang (mungkin) bisa terjadi secara bersamaan dengan efek yang sulit diprediksi. Walaupun pada titik tertentu akan diantisipasi juga oleh MCB, berapa besar efek negatif telah dihasilkan terhadap kabel sebelum MCB berhasil menghentikannya?
Faktor terakhir inilah yang memaksa saya untuk tetap menggunakan kabel dengan ukuran fisik kawat lebih besar daripada kapasitas listrik terpasang. Harapan saya atas efek tindakan ini adalah saat listrik berada di atas kondisi normal, sebelum diputuskan alirannya oleh MCB, kabel masih mampu menahan kelebihan beban tanpa menimbulkan efek negatif pada sebagian / seluruh jaringan kabel.
Ide membuat jaringan kabel menggunakan fisik kawat tembaga berukuran besar (di atas kapasitas listrik terpasang) yang dibatasi oleh kapasitas MCB, telah saya terapkan bersamaan dengan pengerjaan instalasi stabilizer 3000VA di rumah. Hasilnya, hingga saat ini hanya dua penyebab MCB trip di rumah saya, yaitu lonjakan voltase dari asupan listrik PLN atau pemakaian perangkat elektronik secara bersamaan hingga melebihi kapasitas listrik terpasang.
Instalasi jaringan kabel yang ideal?
Idealnya, ada pemisahan antar unit MCB untuk sambungan stopkontak dengan lampu dalam sebuah jaringan kabel di sebuah rumah. Dengan demikian, kapasitas unit MCB untuk masing-masing kebutuhan dapat dibedakan. Terpisahnya jalur lampu penerangan dengan stopkontak, akan memudahkan kita untuk pemeliharaan dan perawatan serta memodifikasi jalur distribusi (pencabangan stop kontak / rumah lampu) peredaran arus listrik di rumah.
Spesifikasi kabel yang terpasangpun dapat disesuaikan dengan besar kebutuhan pemakaian daya dari masing-masing jalur kabel. Namun, semua itu kembali pada keadaan awal rumah yang kita tempati. Apakah saat rumah dibangun telah dipikirkan secara matang pemasangan jaringan kabelnya? Bukan hal mudah dan murah untuk membuat jaringan kabel yang ideal, dan kondisi ideal ini tidak akan kita temukan pada mayoritas rumah siap huni. Terlebih lagi untuk rumah kelas menengah ke bawah.
Kenyataan yang ada, kondisi jaringan kabel di mayoritas rumah siap huni mirip seperti benang kusut. Terutama pada sambungan pencabangan antar kabel. Jangankan berharap pada kondisi ideal, layak pakai pun (minimum-requirement) belum tentu terpenuhi. Memang, tidak semua rumah siap huni memiliki instalasi jaringan kabel yang buruk. Namun demikian, bukan berarti 100% aman dan layak untuk digunakan. Lalu, seberapa besar tingkat ketidaksesuaian jaringan kabel yang masih dapat ditoleransi? Apakah masih bisa disiasati agar kondisinya menjadi layak pakai?
Salah satu cara termurah namun efektif untuk mendapatkan kondisi layak pakai adalah menyamakan spesifikasi fisik kawat tembaga jalur kabel rumah lampu maupun stopkontak. Jadi, kalaupun diperlukan tindakan penggantian kabel, hanya sebatas pada spesifikasi untuk ukuran kabel yang berbeda saja (lebih kecil), tidak semua. Kesulitan untuk mengerjakannya adalah setiap jalur kabel harus ditelusuri satu per satu. Ini adalah cara yang saya kerjakan pertama kali untuk membenahi jaringan kabel di rumah. Setelah kondisi semua kabel berada pada tingkat layak pakai terendah / minimum-requirement, penyebab permasalahan pemakaian daya dapat mudah diidentifikasikan. Umumnya, ada pada sambungan antar kabel yang belum diperbaiki atau ketidaksesuaian / rendahnya kualitas stopkontak dan saklar lampu.
Menggunakan cara ini, setidaknya, kita bisa mendapatkan kondisi jaringan kabel layak pakai. Dengan memahami distribusi arus listrik dalam jaringan kabel, kita dapat memerkirakan sejauh mana pengembangan / perbaikan perlu dilakukan berdasarkan kondisi yang ada.
Perlunya mengetahui jenis kabel
Sejak awal, saya selalu berpedoman bahwa hanya ada dua jenis kabel yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan media penghantar arus listrik di rumah, yaitu kabel tunggal dan serabut. Itulah perbedaan fisik paling mendasar dan dapat langsung dikenali mata telanjang dari kabel-kabel yang beredar dipasaran. Bagaimana kedua jenis kabel ini memiliki “turunan”-nya, baru saya peroleh beberapa tahun kemudian setelah membenahi jaringan kabel di rumah sendiri.
Turunan / strain dari masing-masing kabel tersebut dapat langsung dikenali perbedaannya berdasarkan tingkat ketebalan dan jumlah lapisan pembungkusnya. Hal yang menjadi parameter hingga akhirnya saya menggunakan kabel tunggal untuk dipakai membangun jaringan kabel di rumah adalah kemampuannya menangani beban arus listrik dengan baik. Selain mudah ditemukan dipasaran dengan harga relatif lebih murah dari kabel serabut, kabel tunggal juga banyak disarankan oleh praktisi listrik di lapangan untuk dijadikan standar kabel pada jaringan kabel di rumah.
Ternyata, memang ada perbedaan peruntukkan pemakaian kabel berdasarkan jenisnya. Peruntukkan pemakaian kabel ini, diwakili dengan kode tertera pada pembungkusnya. Berbeda kode, maka peruntukkan pemakaian kabel pun berbeda. Seringkali pengkodean ini diabaikan karena kemiripan satu dengan lainnya. Sehingga akhirnya spesifikasi ukuran kawat tembaga dan beban voltase yang digunakan sebagai parameter. Misalnya, kabel untuk kebutuhan peralatan elektronik memiliki kode NYMHY dengan spesifikasi kawat tembaga serabut 2 x 1,5mm² (NYMHY ~ 2 x 1,5mm² ~ 4 OM).
Ketika saya membelinya, si penjual meng-klaim, bahwa jenis kabel tersebut mampu menahan beban pemakaian daya perangkat elektronik berkapasitas hingga 2000 Watt pada tegangan 220Volt (?). Kemudian, saya membuat panjangan stopkontak dengan kabel jenis ini dan menggunakannya untuk pemakaian vacuum cleaner (Wet & Dry) berdaya 800 Watt. Saat selama pemakaian vacuum cleaner itu sendiri harus diistirahatkan selama 5 menit setelah 20 menit digunakan. Saya mengoperasikannya selama kira-kira 1,5 jam untuk membersihkan genangan air. Tidak ada masalah apa pun. Kabel tetap dingin dan kinerja perangkat elektronik tetap stabil. Dilihat secara fisik kabel, biasa saja. Tidak sebesar kabel serabut berkode NYMHYrd-O ~ 2 x 1,5mm² ~ 300/500V. Malahan hampir sama besarnya dengan kabel serabut NYMHYrd-O ~ 2 x 0,75mm² ~ 300/500V.
Pertanyaannya, apakah jenis kabel serabut NYMHY ~ 2 x 1,5mm² ~ 4 OM memiliki kemampuan yang sama dengan jenis kabel tunggal NYM ~ 2 x 1,5mm² ~ 300/500V?
Atau dapatkan jenis kabel serabut NYMHYrd-O ~ 3 x 2,5mm² ~ 300/500V dijadikan sebagai pengganti jenis kabel tunggal NYM ~ 3 x 2,5mm² ~ 300/500V yang biasa digunakan untuk menyambung terminal stopkontak di dinding?
Jawaban yang saya peroleh dari si penjual kabel tadi adalah jenis kabel serabut (apapun turunannya) bukan diperuntukkan pada kebutuhan menyambung terminal stopkontak di dinding seperti jenis kabel tunggal. Terminal stopkontak di dinding terpasang ditujukan untuk segala macam kebutuhan pemakaian daya. Salah satunya adalah pemakaian daya listrik secara konstan. Seperti untuk pemenuhan kebutuhan daya lemari es / kulkas.
Jenis kabel tunggal, memang dirancang (salah satunya) untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbeda dengan kabel serabut, yang dirancang untuk kebutuhan pemakaian daya sesekali saja (tidak konstan). Dengan kata lain, kemampuan menghantarkan arus dari kabel tunggal dan serabut adalah sama. Namun, penerapan pemakaiannya saja yang berbeda.
Kalau dipikir lebih jauh, alasan peruntukkan kabel tunggal dan serabut yang disampaikan ini, cukup masuk akal. Jika kita perhatikan, hampir semua produk perangkat elektronik selalu dilengkapi dengan kabel serabut sebagai media penghantar input daya listriknya. Namun, apakah memang demikian kebenarannya, saya tidak tahu.
Pernah dinyatakan di salah satu artikel, bahwa saya selalu membuat panjangan stopkontak menggunakan jenis kabel serabut NYMHYrd-O karena tingkat fleksibilitas menyesuaikan bentuk ruang yang tinggi. Secara fisik kawat tembaga-pun, kabel serabut dinyatakan lebih baik daripada kabel tunggal. Selama ini saya tidak pernah mengalami masalah dengan pemakaian jenis kabel serabut NYMHYrd-O, karena memang selalu digunakan untuk dijadikan panjangan stopkontak saja yang pemakaian dayanya tidak konstan. Tidak pernah dijadikan sambungan stopkontak permanen di dinding.
Hingga saat ini, penerapan peruntukkan jenis kabel terbaik bagi saya, tetap menganut pakem yang sebelumnya telah dikerjakan yaitu kabel tunggal digunakan untuk dipasang di dinding dan kabel serabut sebagai panjangan stopkontak saja. Bagaimanapun model dan tipe turunan kabel yang ada, tetap mengacu pada pakem tersebut.
Memanfaatkan keberadaan MCB
Dengan adanya pemahaman mengenai per-untuk-kan fungsi penggunaan setiap jenis kabel ini, spesifikasi kabel lainnya yang perlu diketahui hanyalah sebatas pada fisik ketebalan kawat tembaga dan kemampuan menahan beban voltase saja. Jika semua spesifikasi kabel yang terpasang pada jaringan kabel sudah sesuai, maka kita dapat memanfaatkan unit MCB untuk meminimalisir lamanya waktu kondisi “overload” arus listrik yang terjadi.
Hal ini, setidaknya dapat mencegah / menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan perangkat elektronik yang ada. Dengan demikian, pemilihan kapasitas MCB yang akan dipasang dalam box MCB, harus benar-benar dipikirkan secara matang. Tindakan ini akan menjadikan MCB berperan sebagaimana fungsi sebenarnya, yaitu menjaga arus listrik tetap pada porsinya.
Kemungkinan MCB rusak akibat dijadikan “gerbang pertama” dalam menghadapi setiap kondisi overload arus listrik adalah cenderung pasti terjadi. Bagi saya, ini adalah salah satu pilihan / cara terbaik dalam mengantisipasi kerugian yang lebih besar dari kerusakan akibat kelebihan beban arus listrik.
Pengalaman saat menangani penggantian kabel di rumah, membawa saya pada sedikit pemahaman mengenai peran dan fungsi MCB dalam melengkapi keamanan instalasi listrik serta kenyamanan pemakaian daya yang lebih baik di rumah. Berdasarkan beberapa kode-kode yang tertera pada MCB di meteran PLN, kita dapat langsung mengenali besar beban arus listrik dan kapasitas unit MCB serta spesifikasi fisik kawat tembaga yang seharusnya ada dalam jaringan kabel.
Memang ada keterkaitan erat antara beban daya listrik dengan fisik kawat tembaga dalam kabel. Untuk mendapatkan standar kualitas listrik yang memadai, kapasitas dari faktor pendukung keberadaannya perlu diperhitungkan secara matang. Umumnya, permasalahan listrik yang terjadi di rumah, berkisar pada ketidaksesuaian antara ketiga faktor (MCB, kabel dan beban daya) tersebut. Setidaknya, dengan memenuhi standar ukuran sebagaimana yang seharusnya digunakan, kita dapat terhindar dari kerugian atas kerusakan perangkat elektronik di rumah akibat perilaku tidak terduga arus listrik dalam jaringan kabel di rumah.